Jumat, 26 Februari 2010

FASE-FASE KETERAMPILAN MOTORIK

Gatot Jariono
27 Pebruari 2010

FASE KETERAMPILAN MOTORIK TINGKAT PERTAMA
Fase belajar motorik adalah suatu fase yang manggambarkan keadaan penguasaan keterampilan motorik seseorang dalam dalam melaksanakan gerakan-gerakan olah raga.
Kemampuan seseorang untuk dapat menguasai keterampilan-keterampilan motorik olah raga berbeda-beda,yang disebabkan oleh antara lain :
• Perbedaan kemampuan kondisi dan koordinasi yang dimiliki
• Perbedaan usia
• Perbedaan pengalaman gerakan
• Perbedaan jenis kelamin
• Perbedaan kognitif,
• Frekwensi latihan dan sebagainya

AZAS DAN LANDASAN PENDIDIKAN JASMANI

A. Kedudukan Dan Makna Pendidikan Jasmani
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang sudah mencapai tahap yang sangat maju, telah pula menghadapkan bangsa kita, terutama para remaja dan anak-anak, pada gaya hidup yang semakin menjauh dari semangat perkembangan total, karena lebih mengutamakan keunggulan kecerdasan intelektual, sambil mengorbankan kepentingan keunggulan fisik dan moral individu. Budaya hidup sedenter (kurang gerak) karenanya semakin kuat menggejala di kalangan anak-anak dan remaja, berkombinasi dengan semakin hilangnya ruang-ruang publik dan tugas kehidupan yang memerlukan upaya fisik yang keras. Segalanya menjadi mudah, sehingga lambat laun kemampuan fisik manusia sudah tidak diperlukan.Dikhawatirkan, secara evolutif manusia berubah bentuk fisiknya, pada bentuk yang tidak bisa kita bayangkan, karena banyak anggota tubuh kita, dari mulai kaki dan lengan sudah dipandang tidak berfungsi lagi.
Dari uraian diatas patutlah kita mempertanyakan kembali peranan dan fungsi pendidikan, khususnya pendidikan jasmani: apakah peranan yang bisa dimainkan oleh program pendidikan jasmani dalam kondisi dunia dan bangsa yang semakin dihadapkan pada kuatnya potensi konflik tersebut? Apa peranan pendidikan jasmani dalam mempersiapkan para pewaris bangsa ini untuk mampu bersaing secara sehat dalam persaingan global sekarang dan kelak? Apa pula peranan pendidikan jasmani dan olahraga dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya evolusi kehidupan manusia yang cenderung tidak lagi memerlukan perangkat fisik yang utuh untuk menjalankan tugasnya sehari-hari?

Kamis, 25 Februari 2010

PERANAN MOTOR LEARNING DALAM MENINGKATKAN KETERAMPILAN MOTORIK MEMANAH

Hakekat Penjas

Upaya peningkatan mutu pendidikan di Indonesia terus menerus dilakukan. Upaya itu mengejewantah dalam berbagai kegiatan dan program, dari mulai upaya meningkatkan mutu guru yang menjadi ujung tombak di sekolah-sekolah dalam proses pembelajaran, hingga perubahan kurikulum seperti yang saat ini sedang dilakukan pemerintah melalui perubahan Kurikulum Nasional Tahun 2004 kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Perubahan Kurikulum memang bukan satu-satunya solusi dalam menangani permasalahan mutu, tetapi hanya salah satu faktor yang mendorong perubahan yang sifatnya mendasar, termasuk mendorong perubahan paradigma yang membelenggu semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan,
termasuk guru. Bahkan, dalam kondisi saat ini, perubahan kurikulum saja diasumsikan tidak akan membantu banyak dalam upaya perubahan mutu tersebut, karena guru sendiri belum melihat kurikulum dari perspektif yang benar. Mereka masih melihat kurikulum sebagai "buku resep masakan" yang sudah jadi, tinggal mengumpulkan bahan yang disebutkan dalam Silabus dan melakukannya persis seperti yang diminta, seperti sudah dipraktekkan selama ini.

guru yang efektif

Pelaksanaan kurikulum baru telah mendapati bahawa pendidik yang berkesan mengamalkan tiga gaya fasilitator perubahan iaitu pencetus, pengurus dan petindak balas (Haris Md.Jadi, 2002). Pelaksanaan kurikulum di negara kita adalah sama, namun dari segi kualiti dan kuantiti didapati bahawa guru-guru yang mengamalkan gaya perubahan pencetus adalah lebih berjaya berbanding guru-guru yang megamalkan gaya pengurus dan petindak balas. Gaya perubahan ini sebenarnya satu kombinasi tingkah laku, keprihatinan dan pengetahuan guru serta penegasan terhadap tindakan-tindakan yang diambil oleh guru tersebut. Sebagai pendidik guru akan mengamalakn ketiga-tiga gaya tersebut. Guru perlu mempunyai pandangan yang sangat tinggi terhadap P&P dalam bilik darjah. Mereka mempunyai jangkaan tinggi terhadap pelajar dan jangkaan tersebut akan dijelaskan melalui pelbagai slauran. Sekiranya didapati topik yang diajar berfaedah kepada kepada pelajar, guru akan membuat pengubahsuaian terhadap topik tersebut mengikut kesesuaian dan keperluan pelajar. Sebagai pemudah cara yang mengamalkan pencetus, guru sentiasa mendapatkan maklum balas daripada pelajar.Faktor yang paling banyak menyumbang kepada kejayaan pelajar di sekolah ialah keupayaan dan kesungguhan guru merancang dan melaksanakan proses pengajaran dan pembelajaran (P&P) yang berkesan dan memberangsangkan. Pendekatan pengajaran formal semata-mata tidak menghasilan kesan penghasilan atau pencapaian pelajar yang memuaskan. Kajian-kajian menunjukkan bahawa pendekatan pengajaran yang informal dan fleksibel iaitu pengajaran yang tidak dikongkong oleh skema dan jadual waktu umumnya lebih efektif. Kepelbagaian kaedah pengajaran yang berunsurkan minat, perasaan, harga diri, pengalaman dan cita rasa pelajar yang terlibat mampu menjana suasana P&P yang interaktif dan impilkasinya pula berpanjangan. Kaedah pengajaran yang tidak bersifat arahan sehala semata-mata tidak mencetuskan pengalaman ‘hands on’ kepada pelajar-pelajar berkenaan.Sebagai seorang pendidik guru amat menekankan kreativiti dalam P&P dalam kelas mereka.